JAKARTA | HALOMEDAN.CO
Beredar isu dari pesan elektronik berantai menyebutkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, akan menempati posisi barunya sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) usai kalah dalam versi hitung cepat Pilkada Jakarta 2017 putaran dua.
Saat disinggung kabar tersebut, Sekjen Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, pihaknya tidak dalam posisi mendukung atau menolak. Perlu diingat, Golkar menjadi salah satu pengusung Ahok di Pilkada DKI.
“Aduh, jadi begini. Kalau seperti itu silakan (tanya) ke Presiden,” kata Idrus Marham di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (25/4).
Bukan itu saja. Dalam pesan berantai itu juga disebutkan Ahok digadang-gadang akan berada di kursi pemimpin KPK. Idrus pun mengimbau agar setiap orang tidak mencampuri urusan orang lain. Tujuanya agar tidak menimbulkan kabar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Jadi salah satu kenapa masalah kita tidak bisa selesai-selesai, karena kadang-kadang hak orang kita juga ikut,” ujar dia.
Idrus menekankan, Partai Golkar menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Joko Widodo terkait kabar tersebut. Golkar tak ingin campur tangan dengan persoalan itu.
“Jadi biarkanlah perannya Presiden di situ. Biarlah haknya Presiden di situ. Biarlah Presiden akan mengambil langkah terbaik untuk memacu kinerjanya,” kata Idrus.
Ahok Baca Pleidoi
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membacakan pleidoi terkait dengan kasus penistaan agama dalam persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang bertempat di Kementerian Pertanian, Jakarta Timur, Selasa (25/4). Dalam nota pembelaan yang berjudul Tetap Melayani walaupun Difitnah itu, Ahok meyakinkan majelis hakim bahwa ia tidak berniat menghina suatu golongan.
Baca Juga:
“Ahok tidak menghina agama Islam. Saya tidak punya niat sedikit pun memusuhi suatu golongan,” ucap Ahok di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Ahok mengatakan ucapannya mengenai Surat Al-Maidah ayat 51 tak pernah dipermasalahkan masyarakat Pulau Pramuka, yang menjadi audience sambutannya kala itu. Ucapannya baru dipermasalahkan saat video sambutannya diunggah ke YouTube oleh Buni Yani. Video yang diedit itu memprovokasi masyarakat bahwa Ahok menista agama.
“Walhasil, saya difitnah, dinyatakan bersalah, diadili dengan hukum yang meragukan,” ujar Ahok. Ia menuturkan tuduhan itu adalah propaganda dan dusta yang terus-menerus diulang.
Selain itu, kata Ahok, tuntutan jaksa menyatakan ia tidak melakukan penistaan agama. Ahok dituntut dengan Pasal 156 KUHP sesuai dengan dakwaan kedua.
Pasal itu berbunyi, “Barang siapa di muka umum menyatakan pernyataan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.”
“Terbukti saya bukan penista atau penoda agama,” kata Ahok. “Saya mau tegaskan, saya bukan penista atau penoda agama. Saya juga tidak menghina golongan apa pun,” ucapnya.
Ahok menyebutkan banyak tulisan yang mendukung bahwa ia tidak bersalah. Bahkan, tutur dia, jaksa penuntut umum mengakui adanya peranan Buni Yani dalam perkara ini. (int)