halomedan.co | Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) menilai masih banyak daerah yang belum memiliki pemahaman dan persepsi yang sama, tentang tujuan dan peruntukan pajak rokok.
“Pajak rokok malah dianggap sama dengan PAD lainnya, bisa digunakan semua SKPD untuk membiayai anggaran pembangunan mereka. Selai itu, masih banyak Kabupaten dan Kota yang belum tahu apa itu pajak rokok, dan untuk apa?” sebut Koordinator Riset Pengendalian Tembakau YPI, Elisabet.
Elisabeth menjelaskan, pajak rokok lahir karena dipandang perlu ada penerapan pajak yang lebih adil kepada seluruh daerah, supaya memiliki sumber dana yang memadai untuk mengendalikan dan mengatasi dampak negatif rokok.
“Pajak rokok merupakan pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah, besarannya 10% dari nilai cukai rokok. Pungutan ini pun berpijak pada UU No. 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang berlaku sejak Januari 2014,” katanya.
Dalam temuannya, daerah yang mendapatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) hanya daerah penghasil rokok dan penghasil tembakau saja. Bahkan, menurutnya, hampir sebagian besar SKPD yang terlibat hanya memahami DBHCHT.
“Akibatnya beberapa daerah yang memang bukan penghasil tembakau beranggapan wajar tidak bisa memanfaatkan dana kompensasi tembakau untuk mendanai pembangunan kesehatan di daerah mereka. Walau regulasi sudah ada dan mengatur semuanya, namun ditingkat pelaksanaan masih banyak persoalan,” jelas Elisabeth.
Dia mengungkap, Sumatera Utara sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di luar Pulau Jawa mendapat porsi pajak rokok terbesar ketiga pada 2016 sebesar Rp. 782 miliar lebih.
“Estimasi jumlah itu meningkat di 2017 menjadi Rp. 833 miliar lebih. Pajak rokok dari Menteri Keuangan yang masuk ke RKUD provinsi, kata Elisabeth, sebanyak 30% di manfaatkan Pemprovsu. Sedangkan 70% lagi, disalurkan ke seluruh RKUD kabupaten dan kota.”
Dari hasil riset Yayasan Pusaka Indonesia soal problematika penggunaan dana pajak rokok dan DBHCHT di Sumut, problem terbesar adalah transparansi penyaluran dana. Dimana pemerintah daerah dinilai tidak mengetahui berapa besar dana yang ditransfer oleh Pusat ke kas daerah provinsi, sebelum disalurkan ke mereka.
Baca Juga:
Menyikapi hal tersebut, Koordinator Pengendalian Tembakau YPI, OK. Syahputra Harianda pun menyoroti masalah belum adanya pemahaman yang sama di semua SKPD seperti BAPPEDA, Dinkes, Satpol PP, dan Badan Pengelola Anggaran tentang penggunaan dana pajak rokok, sehingga alokasi penggunaan dana tidak tepat guna sesuai amanah. Dan ketakutan para SKPD menggunakan dana pajak rokok karena belum ada petunjuk teknis pelaksanaannya dari Kemendagri dan Kemenkeu.
“Tidak hanya daerah, masalah ini juga dihadapi pemerintah provinsi. Ketidaktahuan akan informasi pajak rokok daerah, cara mengakses dananya, cara menggunakannya menjadi masalah utama dan kendala optimalisasi penggunaan pajak rokok daerah,” ucap Harianda.
Harianda pun mengatakan, harus ada persamaan persepsi dan pemahaman terhadap berbagai kebijakan pemerintah pusat terkait penyaluran dan pemanfaatan dana pajak rokok dalam membangun kesehatan masyarakat. Oleh karenanya, dirinya berharap pemda dapat mengoptimalkan dana pajak rokok sesuai peruntukannya, terutama dalam implementasi dan pembuatan regulasi KTR.(Red)