Halomedan.co, SUDAH cukup lama mendengar namanya. Bahkan beberapa karya tulisnya saya nikmati ketika sudah diangkat ke layar lebar dalam bentuk film. Ketemu saat perhelatan Ronggeng Melayu di anjungan Sumatera Utara Taman Mini Indonesia Indah pada 20 April 2018, kami hanya bersalaman.
Kemudian dia duduk bersama istri di bangku sebelah timur. Aku bersama seniman lainnya di sebelah barat. Di tengah menghadap pentas, tampak Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) Sumut Dr Ir Hj Hidayati MSi dan tuan rumah Tatan Daniel serta Rizaldi Siagian.
Tanpa dialog, pada pertemuan malam itu – Saut Poltak Tambunan (SPT) terlihat tenang, dingin, justeru ini yang bikin saya penasaran. Tapi saya pikir bakal ada kesempatan lain untuk berdialog dan mencuri ilmunya. Dan menjadi penulis mendunia.
Benar saja. Persis sebulan kemudian, 18 Mei 2018, SPT muncul di Medan, Sumatera Utara. Dia akhirnya berdialog panjang denganku, serta para seniman, juga pengurus Dewan Kesenian Sumatera Utara (DKSU) dan Medan.
Kesempatan itu merupakan rangkaian “pulang kampung” SPT bersama Rizaldi Siagian dan Tita Matu Mona Parinduri dalam memenuhi undangan Hidayati untuk acara Geopark Kaldera di Sipinsur Danau Toba.
Ternyata PST periang dan mudah tertawa. Dia lantang bertutur tentang literasi kesenian dan kebudayaan di tanah leluhurnya. Mesti terasa dialek Betawi, tetapi intonasi dialognya masih kental Batak.
Yang pasti, PST pernah kedewasaan ketika dalam event tingkat nasional bahkan internasional, saat ia dipercaya sebagai salah seorang kurator bersama sastrawan kaliber dunia lainnya, ia tidak menemukan seorangpun nama penyair dari Sumut yang mengirimkan karya-karya sastranya dalam bentuk buku, baik kumpulan puisi, cerpen, novel atau skenario film.
“Aku kecewa ketika itu. Ke depan aku ingin muncul nama-nama penulis dari Sumatera Utara agar bisa berkiprah dan tampil di ajang Kesusastraan dunia yang bergengsi,” kata PST.
(catatan Baharuddin Syaputra Ketua DKSU)
Baca Juga: