Prabowo Adalah Kita

Oleh : (Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle)
Kamis, 27/3 lalu Edy Mulyadi melalui Podcast Edy Mulyadi Channel, kantor berita FNN, membahas tentang Prabowo Subianto, apakah didukung atau dilawan ke depannya. Menariknya, Edy membandingkan pendapat saya, Refly Harun, Faizal Assegaf dan Said Didu. Semuanya adalah oposisi Jokowi dan pendukung Anies pas di pilpres. Bedanya saya sudah menjadi oposisi Jokowi sejak 2014, ketika mereka bertiga masih menjadi juru kampanye Jokowi.
Podcast Edy ini perlu kita dengar, pertama Edy ini bukan sembarang orang. Dia adalah staf pribadi alm. Dr. Rizal Ramli, ekonom pejuang. Pada saat bersamaan dia adalah ketua panitia Parade Tauhid, 2015, yang menggelar aksi seratus ribuan massa sepanjang jalan Sudirman-Thamrin, sebagai oposisi Jokowi, kala itu. Saya berprasangka bahwa Edy inilah yang memberikan Islamisasi pada pikiran-pikiran Dr. Rizal Ramli, yang dulunya dikenal sekuler dan kebarat-baratan.
Kedua, podcast ini memperlihatkan jalan pikiran Refly, Faizal dan Said Didu tentang Prabowo. Ketiga orang ini penting didengar pandangannya, karena ketiganya sangat cerdas, nasionalis dan peduli pada nasib bangsa kita.
Apa yang diuraikan dalam podcast tersebut? Antara lain adalah adanya pergeseran sikap Refly Harun yang sebelumnya mengutuk Prabowo karena menang curang, menjadi mendukung dengan syarat. Syaratnya yakni menyingkirkan semua orang-orang Jokowi. Faizal tidak pernah mengutuk Prabowo, namun Faizal juga kritis terhadap orang-orang di sekelilingnya Prabowo. Menariknya, Said Didu berbalik mendukung Prabowo pada tanggal 26/3, di X nya, setelah mencermati gerakan anti militer secara besar-besaran di Indonesia saat itu. Menurut Said, gerakan itu tidak masuk akal sebab aksi itu menggeser isu kebencian pada Jokowi, Adili Jokowi, menjadi turunkan Prabowo.
Kontan saja banyak pihak mempertanyakan perubahan sikap Said Didu ini. Biasanya Said lantang menjadi oposisi terdepan. Khususnya setelah dia menjadi legendaris pembela kasus tanah dan laut di Pantai Utara Banten.
Menjadi penguasa di Indonesia tidaklah mudah. Apalagi jika menjadi penguasa di maksud untuk mengabdikan diri pada negaranya. Putin, di Rusia, misalnya, harus menjadi pembantu Yeltsin, presiden sebelumnya, untuk manuver lebih lanjut. Padahal Putin merupakan perwira intelijen hebat dan cucu juru masak Lenin, pendiri Uni Soviet Rusia. Putin telah menyelamatkan Rusia dari porak-poranda dan keruntuhan awal 90 an, akibat gerakan Glasnost (kebebasan )dan Perestroika (reformasi) oleh Gorbachev, presiden reformis. Begitu juga Deng Xiaoping di China, dahulu, harus mengalah dari dominasi Geng of Four, sebelum akhirnya kembali menjadi dominan dalam Partai Komunis China. Putin dan Deng Xiaoping adalah pemimpin nasionalis.
Baca Juga:
Prabowo dari kabar yang kita fahami, pilihan strateginya setelah kalah bertarung di pilpres berkali-kali, adalah melakukan upaya "kudeta merangkak" alias bersekutu dengan Jokowi untuk bisa menjadi Presiden. Secara retorika tentu Prabowo mengganti style ala revolusioner menjadi lebih moderat dalam melihat kekuasaan Jokowi yang berlangsung saat itu. Lebih berat lagi bagi Prabowoadalah memoderasi bukunya "Paradoks Indonesia", dengan judul "Paradoks Indonesia dan Solusinya", yang lebih dimoderasi.
Setelah Prabowo berkuasa, pandangan saya, sebagaimana diulas Edy Mulyadi Channel, melihat secara dialektika objektif yang berbasis teoritis, dalam menjelaskan berbagai kebijakan Prabowo. Secara retorika, memang tetap membuat orang stress, seperti teriakan "hidup Jokowi!", diacara HUT Gerindra. Pada saat itu kita tahu Jokowi dinobatkan OCCRP sebagai pemimpin koruptor kedua terkorup di dunia. Namun, analitik dialektik dan logik, memperlihatkan secara substansial kebijakan Prabowo berbalik 180° dari Jokowi. Hal itu bisa dilihat dari a.l. kebijakan pertanahan, perburuhan, anti korupsi, dan pro rakyat miskin bahkan pro pribumi. Untuk pro pribumi ini memang beredar infonya terbatas pada kalangan elit saja.
Sebagai doktor dibidang perburuhan, saya mengerti teori hubungan industrial, yang menjelaskan "return to Labor" versus "return to capital", dalam berbagai pandangan baik Marxis, Kapitalis maupun Third Way/Middle Way. Pilihan Prabowo menaikkan upah buruh 6,5% jauh di atas rerata era Jokowi yang 1% an. Secara teori ini menunjukkan pemihakan negara pada kaum buruh sangat besar. Bahkan, sebuah hubungan kerja (yang didesain) perdata antara kapitalis dengan buruh pad kasus OJOL, diintervensi Prabowo agar hak THR OJOL diberikan. Ini yang pula membuat kaum buruh, yang dipimpin Jumhur Hidayat, membuat tagline "#Buruh bersama Prabowo" sejak kenaikan upah itu.
Perhatikan Prabowo selain pada buruh, juga terlihat pada buruh migran, petani, guru, dan kaum miskin. Kebijakan pada buruh migran adalah memperkuat kapasitas buruh migran dengan memperbesar anggaran sampai 45 T, tentu disamping meningkatkan status institusi se level kementerian. Pada petani, dilakukan kebijakan harga untung petani pada gabah. Koperasi di pedesaan juga diperkuat agar perputaran uang di desa dikelola secara bersama serta membangun "Productive Force" di 70.000 desa. Pada kaum miskin diberikan makan gratis dan Sekolah Rakyat miskin.
Pada guru, Prabowo menaikkan gaji dan tunjangan guru. Termasuk guru honorer dan juga metode transfer langsung via pemda. Sehingga tidak ada keterlambatan. Banyak hal lain yang menjadi kepedulian Prabowo, seperti ikhtiar menaikkan rating PISA siswa kita. Di Lahat sendiri, contohnya, sebagai tindak lanjut perintah Prabowo, Bupati Lahat, seperti dapat dilihat dalam medsos, Bursah Zarnubi telah mengamanatkan Lahat ke depan akan memiliki sekolah unggul dan semua sekolah gratis bimbel, khususnya di bidang matematika dan sains, agar rating PISA meningkat.
Banyak hal lagi yang menunjukkan jejak Prabowo bersama rakyat. Hal ini tentu mengecewakan banyak kelompok kepentingan yang selama ini bebas korupsi dan memperkaya diri sendiri. Mereka cepat atau lambat tersingkir dari singgasana kekuasaan korup era lama.
*Fitnah Terhadap Prabowo*
Berbagai fitnah telah dilakukan terhadap Prabowo sejak Prabowo berubah orientasi pada rakyat. Baik sifatnya kebijakan maupun kehidupan pribadi. Untuk yang terakhir ini menjadi sesuatu yang aib bagi bangsa kita, karena ajaran Islam mengajarkan bahwa perlu saksi 4 mata (dari dua orang lelaki dewasa), untuk membuat sebuah berita "orang dewasa". Sayangnya, berbagai fitnah "orang dewasa" itu menyebar dalam medsos-medsos, maupun dibentangkan pada berbagai aksi-aksi belakang ini.
Baca Juga:
Fitnah kebijakan juga terjadi ketika Prabowo melakukan gerakan pembersihan di Pertamina, dari korupsi, isu yang ditebarkan adalahPrabowo ingin menggantikan "mafia BBM" dari Raza Chalid kepada adiknya, Hashim. Mengapa ini disebutkan fitnah, karena tanda-tanda adiknya akan menggantikan Reza belum terlihat dari langkah politik Prabowo, sampai saat ini.
Soal Danantara juga banyak yang melakukan fitnah, meski banyak yang melakukan kritikan secara baik. Namun, Danantara yang sejatinya akan dirapikan dari kekacauan dan kehancuran BUMN era Jokowi dan Erick Thohir, dimaksudkan untuk memperkuat posisi dan peran negara memaksimalkan BUMN untuk rakyat. Bayangkan BUMN yang selama ini menjadi sapi perah dan salah urus, bahkan diindikasikan menjadi bancakan jejaring nepotisme, diamputasi Prabowo. Prabowo memindahkan kekuasaan BUMN ditangan menteri yang loyalis Jokowi, menjadi BUMN dikontrol dia sendiri.
Menganalisis Danantara dalam konteks corporate strategi tentu berbeda dengan Ocean Strategy apalagi dalam konteks State Capitalism. State Capitalism yang dianut Prabowo tentu tidak mengenal free market Capitalism, seperti otak para ekonom-ekonom liberal. Danantara dalam konteks State Capitalism adalah tools Prabowo mengontrol market dan mengendalikannya untuk kepentingan rakyat.
Ketakutan yang ditebarkan kaum pemikir liberal bahwa terjadi kegagalan pasar akibat intervensi pemerintah terlalu besar tentu saja harus dihadapi. Jika Bursa Efek dan indeks saham jatuh, terus rusaknya "Labor market" akibat upah tinggi, juga dollar yang terus menaik, dll. dianggap bahaya besar negara akibat kebijakan Prabowo, maka sesungguhnya indikator-indikator seperti ini harus dipatahkan. Di negara kapitalis terbesar di dunia dan penganjur total Free Market Capitalism, saat ini, sudah keluar dari mazhab itu. Trump sang presiden kapitalis, dibantu kapitalis lainnya a.l. Elon Musk, Jeff Bezos dan Zuckerberg, yang total kekayaan ketiganya sekitar $900 Milyar atau setara dengan Danantara, menyatakan semua prinsip-prinsip Liberalisme tidak berguna. Lalu, kenapa elit dan ekonom Indonesia masih tidak berubah?
Terkahir soal TNI. Soal ini sangat sensitif. Karena pernah di era Suharto TNI sangat berkuasa. Dwi Fungsi ABRI/ TNI yang rakus dan kejam
Lalu apakah Prabowo akan kembali ke Dwi Fungsi TNI?
Ketakutan ini terlalu dibesarkan. Sebab, Prabowo menjadi presiden karena mendirikan partai, Gerindra, dan mengikuti kontestasi politik. Sedangkan Suharto melakukan kudeta, ketika dia masih militer.
Di era Prabowo kehadiran parlemen/DPR cukup signifikan perannya. Soal apakah DPR tukang stempel? Seperti fitnah yang disematkan pada mereka? Tentu saja komparasinya harus pada era Jokowi. Di era Jokowi UU Omnibuslaw Ciptaker yang menyengsarakan rakyat bisa dibuat dalam sekejap. Sebaliknya, UU yang dibuat di era Prabowo, meskipun sebagian juga dilakukan cepat, namun sifatnya untuk kebaikan. Misalnya UU TNI itu.
Sebagai eksponen militer tentu saja Prabowo memori bias atau chauvinism. Saya, misalnya, pasti alumni ITB adalah super hebat. Jokowi faktanya percaya alumni UGM super hebat, sehingga hampir semua pejabat di era dia alumni UGM. Begitu juga lainnya. Dengan demikian, sikap Prabowo memandang perlunya kerja-kerja pembangunan dibantu militer atau eks militer sangatlah natural dan manusiawi.
Dwi fungsi sendiri adalah konsep era tahun 70 an -80 an, di mana dominasi dan hegemoni militer atas kaum sipil terjadi. Konsep ini adalah soal relasi kekuasaan. Ini terjadi juga di Korea Selatan saat itu, maupun diberbagai Amerika Latin dan Afrika. Sebaliknya, Prabowo hanya ingin menambahkan beberapa pejabat dari kalangan militer atau eks agar kerja-kerja pembangunan menjadi maksimal. Untuk itu diperlukan penyesuaian UU TNI, agar tidak menyalahi aturan.
Saya sendiri yang dua kali di penjara di markas Kodam Siliwangi Bandung, karena di era orba itu tentara yang bertanggung jawab pada stabilitas, menyadari isu Dwi Fungsi belum relevan saat ini.
Bahkan, TNI mungkin diperlukan lebih banyak untuk membantu Prabowo sukses bekerja.
Berbagai manipulasi keadaan saat ini tentu berlangsung. Hal ini terjadi karena memang era Prabowoadalah era fase awal keluar dari kegelapan. Manusia-manusia gelap tentu mengganggu Prabowo agar tetap berada dalam gelap. Dan Prabowo harus Istiqomah, Now or Never , melawan kegelapan itu.
Tapi kita sebagai rakyat harus bisa melihat dengan jelas bahwa fitnah-fitnah terhadap Prabowo terus terjadi. Untungnya podcast Edy Mulyadi tentang Refly Harun, Faizal Assegaf dan Said Didu menunjukkan Prabowo berjuang untuk rakyat. *Prabowoadalahkita.*
Ahlan wa Sahlan Eid Mubarak. Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1446 H. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga selepas Ramadhan ini Allah menunjukkan jalan yang kemenangan bagi bangsa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo.