Medan - Pembangunan bandara baru di kawasan Tapanuli menghadirkan tantangan baru bagi beberapa bandara yang sudah beroperasi, seperti Silangit, Pinangsori, dan Aek Godang. Persaingan yang semakin ketat ini menuntut adanya strategi untuk mempertahankan pangsa pasar dan mengembangkan operasional bandara yang lebih efisien.
Dengan kehadiran bandara baru, ketiga bandara tersebut harus bersaing lebih intensif, khususnya dalam memanfaatkan potensi pariwisata Danau Toba yang menjadi daya tarik utama kawasan tersebut. Namun, meski daya tarik wisata besar, aktivitas ekonomi di wilayah ini masih relatif rendah, sehingga mempengaruhi keberlangsungan maskapai penerbangan yang beroperasi di sana.
Tantangan utama terlihat pada titik persaingan antara Bandara Silangit dan Bandara Abdul Haris Nasution, yang kemungkinan akan bertarung di sekitar kawasan Pahae. Hal ini disebabkan oleh selisih biaya yang kecil dan jarak perjalanan darat yang hampir sama menuju daerah perbatasan. Persaingan juga terjadi antara Bandara Pinangsori dan Silangit di sekitar Tarutung, sementara Aek Godang harus bersaing ketat dengan Padangsidimpuan.
Meskipun potensi untuk meningkatkan mobilitas penduduk Tapanuli dari berbagai kota besar seperti Padang, Medan, Jakarta, Batam, Singapura, dan Kuala Lumpur ada, namun permintaan penerbangan diperkirakan tidak akan mengalami lonjakan signifikan dalam lima tahun ke depan. Ini bisa menghambat prospek pertumbuhan bandara di kawasan tersebut.
Menurut pengamat penerbangan Shohibul Anshor Siregar, bandara-bandara di Tapanuli perlu dukungan yang lebih solid, baik dari sektor pemerintah maupun swasta, untuk memastikan kelangsungan operasional mereka di tengah persaingan yang semakin sengit. Tanpa kebijakan yang tepat dan dukungan ekonomi yang berkelanjutan, keberlanjutan operasional bandara di kawasan ini bisa terancam.