MEDAN, Halomedan.co
Untuk melakukan upaya pengendalian inflasi di Sumatera Utara, harus melalui kebijakan 4K yakni Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, Keterjangkauan Harga, dan Komunikasi yang Efektif.
Solusi ini disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut Wiwiek Sisto Widayat dalam paparanya saat rapat koordinasi provinsi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sumut melalui video conference di Posko Penanganan Covid-19, Sumut Jalan Jenderal Sudirman Nomor 41 Medan, Selasa (21/7).
Lebih lanjut dikatakan Wiwiek Sisto Widayat, pertama, pada Ketersedian Pasokan TPID Sumut melakukan monitoring pasokan untuk mewujudkan pangkalan data yang dapat dijadikan acuan, rencana pengelolaan sistem resi gudang (SRG) di Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Langkat oleh PT Dhirga Surya, intervensi penanaman bawang putih dan penangkaran bibit bawang merah oleh Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk memenuhi kebutuhan Sumut yang masih defisit.
Kedua, Kelancaran Distribusi yakni melakukan peningkatan efektivitas kerja sama antar daerah, Optimalisasi digitalisasi untuk UMKM dan upaya memotong rantai pasok yang panjang sehingga NTP meningkat.
Ketiga, Keterjangkauan Harga, melakukan rencana penyusunan Perda yang mengamanatkan Dhirga Surya sebagai stabilisator harga di Sumut, rencana penyerapan suplai cabai merah yang akan panen melalui PT AIJ saat harga sedang rendah, serta pemantauan harga 6 komoditas pangan utama oleh Satgas Pangan serta pemantauan langsung ke distributor dan FGD jika adanya kenaikan harga.
Terakhir, ujar orang nomor satu di Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut, harus dilakukan komunikasi yang efektif TPID Sumut melakukan kampanye belanja bijak (tidak menimbun barang) serta belanja online melalui radio dan media informasi lainnya.
Wiwiek memprediksi inflasi 2020 diprakirakan akan lebih rendah dari tahun 2019 dan berada di bawah sasaran inflasi nasional dengan potensi bias ke bawah seiring dengan daya beli masyarakat yang terbatas akibat Pandemi Covid-19.
“Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang dapat menimbulkan shock temporer seperti keterlambatan impor luar negeri, kenaikan harga emas, hambatan distribusi domestik, dan penimbunan/belanja berlebihan oleh konsumen,” katanya.
Baca Juga:
Dalam mengatasi ini dijelaskan Wiwiek Sisto Widayat, dapat diselesaikan dengan membangun hubungan yang solid antara sisi produksi dan distribusi melalui agregator pertanian yang terhubung dengan e-commerce untuk memastikan kepastian serapan pasar terhadap hasil produksi petani.
“Pemanfaatan e-commerce di sisi distribusi diharapkan dapat sekaligus mengatasi permasalahan K3 (tantangan distribusi). Selanjutnya, peningkatan produktivitas dengan implementasi Internet of Things (IoT) di sisi produksi dapat dilakukan untuk meng-address permasalahan K2 (ketersediaan pasokan) dengan memperkuat model bisnis antara agregator dan produsen dengan optimalisasi dukungan input produksi terhadap produsen,” ujarnya.
Pengendalian inflasi melaui penguatan klaster pangan dan pengembangan digitalisasi di sisi hilir dengan menghubungkan produsen (petani) langsung kepada konsumen-konsumen baik melalui sinergi UMKM atau pemanfaatan e-commerce.
“Upaya ini dapat mendorong kesejahteraan petani dengan menerima penghasilan yang lebih besar dan harga di tingkat konsumen lebih efisien dan ekonomis dengan rantai distribusi yang lebih pendek,” kata Wiwiek Sisto Widayat. (red/R03)
—–